Berdasarkan data statistik Internasional dari Departement of Health and
Human Services Children Bureau Report Child Maltreatment 2010 ditemukan bahwa
9,2% korban kekerasan seksual menunjukkan 1 dari 5 anak perempuan dan 1 dari 20
anak laki-laki adalah korban kekerasan seksual[1].
Selain itu Pusat Data dan Informasi Komisi Nasional Perlindungan Anak sampai
pada 22 Desember 2015 terjadi peningkatan tindak kekerasan dari semula tahun
2014 sebanyak 2.737 kasus menjadi 2.898 kasus diantaranya 59,30% adalah tindak
kekerasan seksual dan sisanya adalah kekerasan lainnya[2].
Pada
saat ini kekerasan seksual pada anak semakin mendapat perhatian tidak saja dari
pemerintah dengan adanya Intruksi Presiden No. 5 tahun 2014 tentang Gerakan
Nasional Anti Kejahatan Seksual Terhadap Anak tetapi juga dari masyarakat pada
umumnya. Banyak LSM yang memberikan perhatian terhadap salah satu kasus yang
banyak meresahkan masyarakat ini. Dampak yang ditimbulkan oleh kekerasan
seksual yang menimpa anak tidak akan pernah hilang selamanya, dampak jangka
pendek yang dapat ditimbulkan seperti masalah fisik, gangguan emosi atau perubahan
tingkah laku sampai pada gangguan emosi atau perubahan perilaku sampai dengan
gangguan perkembangan ataupun jangka panjang yang berupa kecacatan. Sementara
dampak lain yang berat dapat berupa kehamilan yang tidak diinginkan, infeksi
menular, gangguan organ reproduksi dan trauma psikis yang mendalam dengan
segala akibatnya[3].
Mengingat
begitu hebatnya dampak yang dapat ditimbulkan dari korban kekerasan seksual
maka pencegahan dan penanganannya memerlukan cara yang sangat khusus. Hal ini
disebabkan anak yang menjadi korban kekerasan seksual berusia 6-12 tahun
sejumlah 33% dan 0-5 tahun 7%[4].
Melihat data tersebut maka cara pencegahan terhadap kekerasan seksual anak
membutuhkan pendekatan dan media yang khusus dikarenakan anak masih dalam tahap
berpikir pra operasional.
Tahap
berpikir pra operasional mengharuskan anak belajar secara langsung melalui
permainan-permainan yang mereka lakukan. Oleh karena itu media yang sangat
tepat adalah melalui media yang dapat secara aktif dan interaktif melibat
anak-anak dalam cerita yang sedang mereka baca.sehingga secara aktif dan
konstruktif anak dapat menyusun sendiri konsep pertahanan dirinya sesuai dengan
kapabilitas anak secara spesifik sesuai karakteristik tiap anak yang memang
benar-benar unik.
Menjadi
salah satu ujung tombak yang dapat mengajarkan pada anak cara mempertahankan
dirinya dari bentuk-bentuk kekerasan seksual yang mungkin akan dia alami adalah
sekolah, tempat anak bermain dan belajar. Sekolah memegang peranan penting
karena sekolah menjadi satu tempat yang paling strategis karena di sekolah
guru-gurunya yang telah dibekali oleh kemampuan dalam mengajarkan kepada anak
tentang konsep-konsep yang benar terhadap identitas diri dan perilaku seksual
yang benar baik secara keilmuan maupun praktikal. Walaupun sekolah itu sendiri
menjadi satu tempat yang rawan akan terjadinya tindak kekerasan ataupun
pelecehan seksual pada anak.
Telah
banyak terjadi tindak kekerasan ataupun pelecehan seksual di sekolah yang tidak
mempunyai sistem pencegahan. Oleh karena itu menjadi sangat penting di sekolah
membuat sebuah sistem pencegahan kekerasan seksual yang dibangun mulai dari
sisi anak, kurikulum, maupun sarana dan prasarana. Kerjasama dengan orang tua
murid akan memberikan tingkat efektifitas yang tinggi pada sistem pencegahan
yang ada di sekolah. Komunikasi dan kolaborasi secara aktif antara sekolah dan
orang tua murid dalam membangun sistem pencegahan menjadi faktor penentu
keberhasilan. Kebijakan, kurikulum, sarana dan pra sarana ramah anak harus
dirancang bersama-sama sesuai dengan acuan dan karakteristik anak.
Program
parenting juga akan membantu keberhasilan berjalannya suatu sistem pencegahan
kekerasan seksual. Kepedulian dan kewaspadaan yang tinggi dari semua orang tua
kepada setiap anak menjadi salah satu aspek yang dipikirkan oleh pelaku tindak pelecehan
ataupun kekerasan seksual. Pelaku yang sebagian besar dikenal, dipercaya dan
terlihat sangat baik kepada anak-anak akan berpikir berulangkali untuk
melakukan aksinya ketika sekolah, orang tua murid bekerjasama menunjukkan
kerjasama yang solid.
Pelaku sebagian besar berasal dari orang-orang
yang terdekat dan akrab dengan kehidupan sehari-hari anak antara lain kakak, ayah,
guru, om, kakek, pengasuh, pesuruh. Namun hal tersebut tidak harus kita menjadi
over protektif dan membabi buta dalam memproteksi anak-anak kita. Kewaspadaan
dan kepekaan terhadap gejala-gejala terjadinya tindak pelecehan ataupun
kekerasan seksual pada anak harus dipahami dengan baik oleh guru, orang tua dan
pendamping atau pengasuh anak.
Gejala-gejala
yang ditunjukkan oleh anak baik secara fisik atau perilaku harus dapat dideteksi oleh orang-orang disekitarnya
secara cepat dan tepat. Tanda-tanda yang telah ditunjukkan oleh anak harus
secara responsif kita berikan dukungan dengan memberikan pengertian kepada anak
bahwa orang tua, guru siap untuk mendengarkan ceritanya dan mampu melindungi
dari tindak pelecehan atau kekerasan seksual dari pelaku. anak-anak harus
diyakinkan bahwa mereka akan aman bersama orang tua dan guru serta pelaku akan
mendapatkan konsekwensi yang setimpal terhadap perbuatannya.
Tindak
lanjut menjadi faktor penting setelah terdekteksi bahwa ada anak yang telah
mengalami tindak pelecehan atau kekerasan seksual. Anak-anak yang mengalami
akan hilang kepercayaan dirinya, menarik diri dari pergaulan dengan teman-teman,
perubahan sikap yang mencolok dari sikap keseharian sehingga diperlukan
pendampingan yang lebih intensif baik dari orang tua, guru maupun pihak yang
terkait. Konsultasi dan pelaporan pada pihak yang terkait akan memberikan dukungan
moral tidak hanya kepada anak namun juga pada orangtua korban. Pihak-pihak yang terkait misalkan kepolisian,
KPAI akan menyediakan orang-orang yang kompeten untuk memberikan dukungan moral
dalam usaha merecovery keadaan baik fisik amupun psikis korban.
Angka
kejadian pelecehan ataupun kekerasan seksual akan dapat ditekan apabila
tercipta lingkungan yang peduli dan ramah anak. Orang-orang yang berada
disekitar anak harus menganggap setiap anak disekelilingnya adalah anaknya,
karena mereka adalah generasi bangsa Indonesia yang harus dilindungi tanpa
terkecuali. Aank-anak berhak untuk hidup dengan gembira dan aman. Marilah kita
ciptakan Indonesia yang ramah dan aman untuk anak-anak.
__DjokoAW__