ORASI ILMIAH
MENANAMKAN KESADARAN LINGKUNGAN SEJAK USIA DINI
Oleh Djoko Adi Walujo
VERBA MOVENT, EXEMPLA MANENT
MENANAMKAN KESADARAN LINGKUNGAN SEJAK USIA DINI
Oleh Djoko Adi Walujo
VERBA MOVENT, EXEMPLA MANENT
Kata-kata dan orasi hanya
bersifat sementara
Tapi hanya keteladanan yang sempurna
Abadi dan melegenda
Ketika almamater memanggil seorang keluarga
civitas akademika untuk orasi ilmiah, apalagi dalam sidang senat terbuka,
adalah kesempatan yang sangat mulia nan berharga. Hal ini adalah
kesempatan dan harapan yang tak terencanakan.
Oleh karena itu kesempatan yang terhormat dan penuh kebahagiaan ini,
perkenankanlah saya mengucapkan terima
kasih yang tak terhingga, atas kepercayaan yang serta merta diberikan kepada
saya. Terima kasih alamamater dan viva academika.
Hadirin yang mulia nan budiman,
Kita
baru saja dikejutkan oleh berbagai pemberitaan disemua lini media, yang
mewartakan sebuah kejadian yang sangat ekstra, yakni banjir yang melanda
berbagai kota di negara Eropa. Kita
mengenal Praha sebuah kota tua yang terletak di negara Cekoslowakia. Di kota
ini banyak situs-situs sejarah, yang saat ini dikawatirkan digenangi air, serta
ditakutkan akan menghapus sejarah yang bernilai seni tinggi serta berusia tua
dengan berbagai ke-uniqannya. Bahkan terdengar kabar di kota ini telah
melakukan evakuasi ribuan penghuninya. Sungguh merupakan fenomena yang
takterduga sebelumnya, karena ketika seorang-orang menyebut nama kota-kota di
Eropa, selalu dikaitkan dengan sebuah anggapan bahwa kota-kota
itu telah melampaui sebuah perencanaan yang matang dengan berjuta pertimbangan. Namun anggapan
itu terpatahkan, karena banjir bandang hadir sebagai tamu yang tak diundang.
Hadirin yang terpelajar dan penuh
kebagaiaan.
Fenomena
diatas, seakan mempertanyakan pola hubungan manusia dengan alam sekitarnya,
pola hubungan yang semua nampak serasi, kini diambang saling bernegasi. Tentu
ada yang perlu dibenahi, tentu ada yang perlu ditinjau kembali. Pola hubungan
seharusnya berdimensi “mutual inklusi” mendadak berubah menjadi hubungan yang
“mutual eklusi” yang saling meniadakan. Pola hubungan ini harus dirajut
kembali, ditata dalam ruang resiprokal atau saling memberi makna, atau dironce
kembali dalam kaidah interdependensi, yakni sebuah kaidah yang menyatakan bahwa
alam dan manusia saling ketergantungan.
Pola hubungan yang kurang serasi dan
miskin harmoni ini, akan berdampak lanjut yakni hilangnya kedua entitas, alam
membawa kerusakan dan kepunahan, dan manusia
kehilangan warisan budi daya yang telah lama dimilikinya.
Hadirin yang mulia hati dan penuh budi,
Manusia dengan kedasarannya, setelah
melihat dan mengalami langsung berbagai derita akibat bencana, lalu menyandarkan dirinya pada kemampuan
fikirnya, mengolah pengamatan, berlanjut analisa dan berarhir pada sebuah simpulan,
bahwa ternyata budaya telah merekam
jejak perilaku manusia, sejak lama. Jika budaya diandaikan sebuah rekaman yang
kemudian diputar ulang, akan menjadi
tumpuan untuk menatap ke depan. Budaya berkontribusi mengingatkan manusia,
sekaligus secara dahsyat akan mampu memperbaiki citra kehidupan.
Dalam orasi ini saya ingin menyegarkan
ingatan kita semua tentang budaya, bahwa manusia telah melewati tahapan demi
tahapan budaya. Perkenankan saya dengan rasa hormat meminjam buah pikir, Van Peursen.
Meroketnya teknologi dan memudarnya
budaya.
BACA SELENGKAPNYA:
Dalam
buku Strategi Kebudayaan, C. A. Van Peursen menjelaskan bahwa dewasa ini
terdapat pergeseran-pergeseran arti kebudayaan. Disamping tidak melihat manusia
sebagai manusia yang modern atau primitif, van Peursen membagi beberapa tahap
yang menjelaskan kebudayaan. Tahap dimaksudkan bukan merupakan tingkatan,
melainkan mengenai pandangan kebudayaan. Terdapat 3 tahap menurutnya, yakni:
tahap mitis, tahap onologis, dan tahap fungsional. Dalam menjalankan tahap
tersebut, khususnya pada tahap ketiga yaitu fungsional, diperlukan
strategi-strategi agar kebudayaan yang sedang dijalankan atau kebudayaan ke
depan bisa berjalan dengan matang. Strategi kebudayaan inilah yang menurut Van
Peursen, perlu diperhatikan untuk
mencermati ketegangan antara sikap terbuka (transendensi) dengan sikap tertutup
(imanensi) dalam hubungan
antara manusia dan kekuasaan-kekuasaan disekitarnya yang saling mempengaruhi.
Pertama, kebudayaan diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang dan setiap kelompok orang. Perbedaan ini terlihat dari, misalnya saja, kehidupan manusia dan kehidupan hewan. Tidak seperti hewan, manusia tidak dapat hidup di tengah-tengah dunia dengan tidak memperhatikan jangka waktu, melainkan harus bekerja untuk mengubah alam itu, yang sebenarnya disebut sebagai “kebudayaan” itu sendiri. Jaquetta Hawkes mengatakan, “…. Kera-kera dapat menjelma sebagai tukang reparasi arloji jika mereka mengembangkan kesadaran tentang waktu.” [1]. Manusia memperhatikan waktu sehingga mereka sampai saat ini menciptakan banyak kebudayaan yang bermacam-macam.
Pertama, kebudayaan diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang dan setiap kelompok orang. Perbedaan ini terlihat dari, misalnya saja, kehidupan manusia dan kehidupan hewan. Tidak seperti hewan, manusia tidak dapat hidup di tengah-tengah dunia dengan tidak memperhatikan jangka waktu, melainkan harus bekerja untuk mengubah alam itu, yang sebenarnya disebut sebagai “kebudayaan” itu sendiri. Jaquetta Hawkes mengatakan, “…. Kera-kera dapat menjelma sebagai tukang reparasi arloji jika mereka mengembangkan kesadaran tentang waktu.” [1]. Manusia memperhatikan waktu sehingga mereka sampai saat ini menciptakan banyak kebudayaan yang bermacam-macam.
Kedua, pergeseran juga terjadi dalam konsep
kebudayaan yang dipandang sebagai sesuatu yang lebih dinamis, bukan lagi kaku
dan statis. Kebudayaan, kita pandang sebagai kata kerja, bukan kata benda lagi.
Kebudayaan yang tidak jauh dari keberadaan manusia secara sadar-tidak sadar
selalu diperluas dan dinamisir sendirinya oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan
akan ‘sesuatu’.
Para wisudawan hadirin yang mulia cipta karsa,
Menurut Van Peursen, tahap Mitis, yaitu
sikap manusia yang merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib di
sekitarnya, seperti kekuasaan dewa-dewa alam raya atau kekuasaan kesuburan,
seperti dipentaskan dalam mitologi-mitologi yang dinamakan bangsa-bangsa
primitif[2]. Namun, dalam kebudayaan
modern pun sikap mitis masih terasa banyak dilakukan. Misalnya, di Indonesia
sendiri, seperti mitos tidak boleh buang ludah sembarangan, tidak boleh duduk
di depan pintu, tidak boleh buang air kecil di batang pohon, dan lain-lain.
Dalam alam pikiran mitis hubungan antara manusia (subjek) dan dunia (objek)
dapat digambarkan sebagai: saling meresapi, partisipasi.
Tahap
Ontologis, yaitu sikap manusia yang tidak lagi hidup dalam kepungan kekuasaan
kekuatan mitis, melainkan secara bebas ingin meneliti segala hal. Manusia
mengambil jarak terhadap segala sesuatu yang dahulu dirasakan sebagai kepungan.
Mereka mulai menyusun suatu ajaran atau teori dasar mengenai hakikat segala
sesuatu (ontologi) dan mengenai segala sesuatu menurut perinciannya
(ilmu-ilmu). Kebudayaan ontologi berkembang dengan lingkungan kebudayaan kuno
yang sangat dipengaruhi oleh filsafat dan ilmu pengetahuan.[3] Sebagai contoh, ketika
kita memuja Tuhan, kita mungkin sedang melakukan tahap mitis, namun sebenarnya
kita mulai mencari tahu dan mempelajari apakah hubungan kita dengan Tuhan
dilihat dari peran-Nya di kehidupan kita sehari-hari. (artinya dapat dibuktikan kebenaran adanya
Tuhan), kita sebenarnya menunjukan tahap ontologis. Ontologis erat kaitannya
dengan ilmu pengetahuan yang membuktikan suatu hal. Dalam alam pikiran
ontologis kita jumpai: distansi, jarak, dan usaha mencapai pengertian. Pada
tahapan inilah, manusia menemukan berbagai alat produksi, manusia menemukan
teknologi.
Ketika menusia memiliki kemampuan dalam
ilmu pengetahuan dan teknologi, maka dengan deras lahirlah produk-produk
teknologi. Teknologi hadir dengan kecepatan tinggi dan terpoliferasi dengan
berbagai dimensi. Lahirnya mesin Huller (pemecah kulit padi), melahirkan pengangguran
petani yang beribu dan tak terhingga batas jumlahnya, karena perannya telah diambil
oleh teknologi.[4]
Juga terjadi ketika lahirnya gergaji
berteknologi kecepatan tinggi, yang kita kenal dengan Chainsaw, memiliki
kapabilitas memotong pohon berdimeter 1,2 meter dalam waktu dua menit. Jika
mesin itu digunakan dalam kurun waktu 1 jam, maka sekitar 30 pohon akan
tertebas tumbang. Tentu dengan kelipatan waktu lama, akan membawa gundulnya
hutan.
Chainsaw inilah yang dapat memberikan kontribusi over-logging. Dan jika manusia tak dapat
menahan sifat serakahnya, maka kepunuhan hanya menunggu waktu.
Ilegal logging, salah satu bentuk disfungsional behavior (penyimpangan
perilaku), yang disokong oleh temuan teknologi, telah menebas hutan, tanpa
batas perasaan, dan lupa akibat yang ditimbulkan. Kondisi inilah yang kita
kenal Technomania.
Technomania
adalah perilaku manusia dalam menggunakan teknologi secara membabi buta, miskin
pertimbangan, lemah nalar, dan berfikir berbatas pintas. Seharusnya manusia
berpusar pada perilaku Tecnophilia, yakni perilaku yang bersadar nalar, untuk
memandang dan menggunakan teknologi. Bukan membabi buta, tapi semata-mata guna
meringankan bebean berat manusia. Jika kita melakukan pembiaran terhadap
perilaku tecnomania, sama halnya kita menghilangkan entitas dan identitas
manusia.
Ibu Bapak Undangan yang terpilih dan penuh
kasih,
Tahapan
berikunya menurut Van peursen adalah tahapan fungsional, yaitu sikap dan alam
pikiran yang tidak begitu terpesona lagi oleh lingkungannya (sikap mitis), ia
tidak lagi dengan kepala dingin ambil jarak terhadap objek penyelidikannya
(sikap ontologis), ia ingin mengadakan relasi-relasi baru, suatu kebertautan
yang baru terhadap segala sesuatu dalam lingkungannya [5]. Dalam alam pikiran
fungsionil nampak, bagaimana manusia dan dunia saling menunjukkan relasi,
dimana manusia sebagai subyek (S) masih berhadapan dengan dunia (O), tetapi
bukan lagi sebagai sesuatu yang bulat tertutup: subjek terbuka bagi objek dan
sebaliknya. Saat ini, bekerja bagi manusia merupakan cara untuk memberi isi
kepada esksistensinya sebagai manusia. Apabila tidak, manusia dipandang sebagai
seorang yang kurang memiliki identitas dan isi. Ketika manusia bekerja, mereka
mendapatkan pendapatan yang menilai kemampuan hidup mereka, meskipun semuanya
membutuhkan proses. Sejalan dengan itu, ilmu pengetahuan diperlukan untuk
bersaing. Orang ingin menambah ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya.
Karenanya, pada kehidupan manusia, terdapat suatu proses yang dimana diperlukan strategi yang dilakukan secara berbeda. Sebuah strategi kebudayaan akan selalu mencermati ketegangan antara sikap terbuka (transendensi) dengan sikap tertutup (imanensi) dalam hubungan antara manusia dan kekuasaan-kekuasaan disekitarnya. Di tahapan inilah manusia seharusnya telah piawai dalam mengendalikan dirinya.
Karenanya, pada kehidupan manusia, terdapat suatu proses yang dimana diperlukan strategi yang dilakukan secara berbeda. Sebuah strategi kebudayaan akan selalu mencermati ketegangan antara sikap terbuka (transendensi) dengan sikap tertutup (imanensi) dalam hubungan antara manusia dan kekuasaan-kekuasaan disekitarnya. Di tahapan inilah manusia seharusnya telah piawai dalam mengendalikan dirinya.
Manusia
pemanasan global (Global
warming)
Telah kita diketahui bahwa menggunakan
teknologi yang membabi buta, tanpa rasa dan lemah nalar melihat ke
depan, adalah identik dengan mencipta sebuah bencana. Seperti saat ini yang
kita rasakan. Kini manusia dibelahan dunia berhadapan dengan masalah terbesar
yakni pemanasan global (Global Warming). Dampaknya pada bumi dan kehidupan
seluruh makhluk sungguh sangat menakutkan. Apa yang menjadi sebab terjadinya
global warming, sudah sangat sering diperdebatkan oleh komunitas ilmuwan,
media, bahkan politisi. Tetapi, sayangnya, kita masih saja terus
memperbincangkan penyebab seputar global warming, padahal akibat yang
ditimbulkan setiap hari semakin nyata dan terukur. Satu hal yang pasti,
penyebabnya adalah siapa lagi kalau bukan kita, umat manusia, dan akibat dari
ini akan sangat terasa.
Berikut
ini faktor penyebab terjadinya pemanasan global:
1.
Polusi Karbondioksida dari pembangkit listrik bahan bakar fosil
Ketergantungan
kita yang semakin meningkat pada listrik dari pembangkit listrik bahan bakar
fosil membuat semakin meningkatnya pelepasan gas karbondioksida sisa pembakaran
ke atmosfer. Sekitar 40% dari polusi karbondioksida dunia, berasal dari
produksi listrik Amerika Serikat. Kebutuhan ini akan terus meningkat setiap
harinya. Sepertinya, usaha penggunaan energi alternatif selain fosil harus
segera dilaksanakan. Tetapi, masih banyak dari kita yang enggan untuk
melakukan ini.
2.
Polusi Karbondioksida dari pembakaran bensin untuk transportasi
Sumber
polusi karbondioksida lainnya berasal dari mesin kendaraan bermotor. Apalagi,
keadaan semakin diperparah oleh adanya fakta bahwa permintaan kendaraan
bermotor setiap tahunnya terus meningkat seiring dengan populasi manusia yang
juga tumbuh sangat pesat. Sayangnya, semua peningkataan ini tidak diimbangi
dengan usaha untuk mengurangi dampak.
3.
Gas Metana dari peternakan dan pertanian.
Gas
metana menempati urutan kedua setelah karbondioksida yang menjadi penyebab
terdinya efek rumah kaca. Gas metana dapat bersal dari bahan organik yang
dipecah oleh bakteri dalam kondisi kekurangan oksigen, misalnya dipersawahan.
Proses ini juga dapat terjadi pada usus hewan ternak, dan dengan meningkatnya
jumlah populasi ternak, mengakibatkan peningkatan produksi gas metana yang
dilepaskan ke atmosfer bumi.
4.
Aktivitas penebangan pohon
Seringnya
penggunaan kayu dari pohon sebagai bahan baku membuat jumlah pohon kita makin
berkurang. Apalagi, hutan sebagai tempat pohon kita tumbuh semakin sempit akibat
beralih fungsi menjadi lahan perkebunan seperti kelapa sawit. Padahal, fungsi
hutan sangat penting sebagai paru-paru dunia dan dapat digunakan untuk
mendaur ulang karbondioksida yang terlepas di atmosfer bumi.
5.
Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan
Pada
kurun waktu paruh terakhir abad ke-20, penggunaan pupuk kimia dunia untuk
pertanian meningkat pesat. Kebanyakan pupuk kimia ini berbahan nitrogenoksida
yang 300 kali lebih kuat dari karbondioksida sebagai perangkap panas, sehingga
ikut memanaskan bumi. Akibat lainnya adalah pupuk kimia yang meresap masuk ke
dalam tanah dapat mencemari sumber-sumber air minum kita.
Berikut
ini akibat yang ditimbulkan oleh terjadinya pemanasan global:
1.
Kenaikan permukaan air laut seluruh dunia
Para
ilmuwan memprediksi peningkatan tinggi air laut di seluruh dunia karena
mencairnya dua lapisan es raksasa di Antartika dan Greenland. Banyak negara di
seluruh dunia akan mengalami efek berbahaya dari kenaikan air laut ini. Inilah
mungkin yang faktor penyebab tenggelamnya Ibu Kota Jakarta beberapa tahun
mendatang sesuai dengan yang diprediksi ilmuwan.
2.
Peningkatan intensitas terjadinya badai
Tingkat
terjadinya badai dan siklon semakin meningkat. Di dukung oleh bukti yang telah
ditemukan oleh para ilmuwan bahwa pemanasan global secara signifikan akan
menyebabkan terjadinya kenaikan temperatur udara dan lautan. Hal ini
mengakibatkan terjadinya peningkatan kecepatan angin yang dapat memicu
terjadinya badai kuat.
3.
Menurunnya produksi pertanian akibat gagal panen
Diyakini
bahwa, milyaran penduduk di seluruh dunia akan mengalami bencana kelaparan
karena faktor menurunnya produksi pangan pertanian akibat kegagalan panen. Ini
disebabkan oleh pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan iklim yang
kurang kondusif bagi tanaman pangan.
4.
Makhluk hidup terancam kepunahan
Berdasarkan
penelitian yang dipublikasin di Nature, pada tahun 2050 mendatang, peningkatan
suhu dapat menyebakan terjadinya kepunahan jutaan spesies. Artinya, di
tahun-tahun mendatang keragaman spesies bumi akan jauh berkurang. Namun, semoga
saja tidak termasuk di dalamnya spesies manusia.[6]
5.
Glacier mulai mencair
Akibat perubahan iklim yang disebabkan oleh
Pemanasan Global, glacier di enam benua mulai mencair, lautan es di Kutub Utara
dan Kutub Selatan, demikian juga lapisan es di Greenland, juga gletser di
puncak-puncak gunung mulai mencair, ini mengakibatkan naiknya permukaan laut,
badai yang menghancurkan muncul silih berganti, banjir dan longsor semakin
sering terjadi, kekeringan yang melanda pertanian bermunculan di mana-mana,
menyebabkan persediaan makanan dan air minum di dunia semakin menipis.
6. Penyakit tropis menyebar
Penyakit tropis menyebar, malaria, demam dengue, demam
kuning menyebar ke daerah yang sebelumnya tidak pernah dijangkiti, dan bukan
hanya itu, penyakit ini diketahui menjadi semakin ganas. Belum lagi
meningkatnya jumlah manusia yang terserang penyakit seperti kanker kulit,
kolera dan sebagainya yang belakangan ini semakin mewabah, dan mencakup daerah
yang semakin luas.
7. Pemanasan laut
Pemanasan laut menyebabkan rusaknya karang dan matinya
kehidupan di situ. Diperkirakan dalam waktu 50 tahun ke depan, seluruh karang
laut di dunia ini akan musnah akibat pemanasan laut dan polusi akibat kegiatan
manusia.
Para Undangan, Wisudawan yang berbintang terang,
Dengan menyaksikan berbagai realitas, mendorong
manusia untuk berperilaku laku pantas. Mengendalikan diri sembari memikirkan,
upaya-upaya cerdas, agar manusia di bumi ini masih mampu menjaga entitas dan
identitas.
Menusia
diharapkan meletakkan tatantan baru dalam menjalin hubungan dengan alamnya.
Mengembalikan citarasa hubungan. Dari yang saat ini saling menegasi tanpa
harmoni, kembali serasi. Dari pola sikap yang mutual eksklusif kembali ke ranah
mutual inklusif, resiprokal yang masif.
Pemberikan penyadaran, membangunkan pikir untuk masa
depan, sangat piawai jika ditempuh melalui proses penyadaran lingkungan sejak anak
usia dini.
Mengapa Anak
usia dini?
Begitu pentingnya masa
usia dini ini, sampai-sampai Sigmund Freud berpendapat bahwa “Child is Father
Of Man” (anak adalah ayah dari manusia), artinya masa anak sangat
berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian masa dewasa seseorang.[7]
Kemudian apa yang
harus dilakukan pada anak usia dini itu? Jawabnya adalah model pembiasaan. Pembiasaan
(habituation) merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku yang
relatif menetap dan bersifat otomatis melalui proses pembelajaran yang
berulang-ulang. Sikap atau perilaku yang menjadi kebiasaan mempunyai ciri;
perilaku tersebut relatif menetap, umumnya tidak memerlukan fungsi berpikir
yang cukup tinggi, misalnya untuk dapat mengucapkan salam cukup fungsi berpikir
berupa mengingat atau meniru saja, bukan sebagai hasil dari proses kematangan,
tetapi sebagai akibat atau hasil pengalaman atau belajar, dan tampil secara
berulang-ulang sebagai respons terhadap stimulus yang sama.
Proses
pembiasaan berawal dari peniruan, selanjutnya dilakukan pembiasaan di bawah
orang tua, dan guru (bunda atau pamong PAUD), anak-anak akan semakin terbiasa. Jika
hal tersebut telah menjadi kebiasaan yang tertanam jauh di dalam hatinya, maka
anak-anak itu kelak akan sulit untuk berubah dari kebiasaannya. Misalnya
melakukan shalat berjamaah bila waktu shalat tiba, tidak akan berpikir panjang
apakah shalat dulu atau melakukan hal lain, apakah berjamaah atau nanti saja
shalat sendirian. Hal ini disebabkan karena kebiasaan itu merupakan perilaku
yang sifatnya otomatis, tanpa direncanakan terlebih dahulu, berlangsung begitu
saja tanpa dipikirkan lagi.
Proses
pembiasaan dalam pendidikan merupakan hal yang penting terutama bagi anak-anak
usia dini. Anak-anak belum menyadari apa yang disebut baik dan tidak baik dalam
arti susila. Ingatan anak-anak belum kuat, perhatian mereka lekas dan mudah
beralih kepada hal-hal yang terbaru dan disukainya. Dalam kondisi ini mereka
perlu dibiasakan dengan tingkah laku, keterampilan, kecakapan dan pola pikir
tertentu. [8]
Simpulan:
Seperti yang telah dibentangkan, maka kita
harus mulai sadar bahwa ancaman berupa bencana telah menjadi bagian tak
terpisahkan dari kehidupan manusia di dunia. Setiap bergerak manusia dalam pola
pikir, pola sikap dan pola lakunya harus menguatkan kesetiaan pada alamnya.
Kemudian harus ada kesadaran bahwa menjaga
alam sekitar adalah suatu keharusan yang bersifat memaksa (imperatif). Menjaga
alam bukan jawaban argumentatif, namun lebih bersifat tindakan dan keteladanan.
Melakukan pembiasaan anak usia dini
terkait dengan alam sekitar adalah suatu nilai bijak, yang tidak harus menunggu
waktu. Pembiasan harus dilakukan dalam semua ranah, semua dimensi, semua lini,
dan bukan tergantung waktu.
Para pendidik, guru, ulama, cerdik pandai,
harus mengambil peran yang serius terhadap pembiasaan berperilaku bersabat
dengan alam.
Ibu Bapak hadirin yang arief nan bijak,
Demikian orasi ilmiah ini, perkenankan saya
mengakhiri orasi, seraya memohon kepada para wisudawan untuk mampu menyemaikan
kesadaran pada anak usia dini tentang ancaman bencana. Tentunya dengan
kerendahan hati, saya memohon maaf, jika dalam orasi ini jauh dari kesempurnaan
dan harapan. Semoga Allah Tuhan Yang Maha Esa memberkati.
Wassalamualaikum Wr
Wb.
Djoko Adi Walujo
RUJUKAN:
Bills, D., 2002.
Delivering public benefits: multifunctional forestry in the United Kingdom. In
FAO, ECE, ILO 2002, Partnership in Forestry, Brussels, 2-6 June 2002: 79-85.
Buttoud, G., 2002.
Developing partnerships between forestry agencies and stakeholders: the mixed
model as a strategic planning tool. In FAO, ECE, ILO 2002, Partnership in
Forestry, Brussels, 2-6 June 2002: 69-75.
Davies, J. and M.
Richards, 1999. The use of economics to assess stakeholder incentives in
participatory forest management: a review, European Union Tropical Forestry
Paper 5, Overseas Development Institute.
FAO, 1999. The
participatory process for supporting collaborative management of natural
Resources: An Overview. FAO, Rome.
FAO, ICALPE, IUCN, 1996.
Towards sustainable mountain development in Europe, European Inter-Governmental
Consultation 1996, in Proceedings of the final Trento session, Centro di
Ecologia Alpina - PAT, Trento: 23-42.
Van Peursen C.A, 1994
Strategi Kebudayaan, Kanisius
Yogyakarta.
International
Review of the Red Cross, 2010, No. 879 – Environment
WEBSITE
RESOURCE:
http://environmentsituations.blogspot.com/2010/10/relation-between-natural-resources-and.html.
(diunduh 08.43. Tanggal 5 Juni 2013)
http://niceartlife.com/amazing-relationship-between-man-and-nature/
. (diunduh 08.47. Tanggal 5 Juni 2013)
http://growthiscity.org/ Terrorism and Climate Change
http://www.referensimakalah.com/2012/07/pendidikan-melalui-proses-pembiasaan.html
[1]
Strategi Kebudayaan, Van Peursen
Strategi Kebudayaan , Kanisisus Jogjakarta 1994:28.
[2]
Strategi Kebudayaan, Van Peursen Strategi
Kebudayaan , Kanisisus Jogjakarta 1988:18
[4] SrItuarif-Adi Sasono, Indonesia Ketergantungan Dan Keterbelakangan 2013.
[6] Tulisan
di olah dari: planetsave.com
[7]
http://dodiiwandra.blogspot.com/2012/01/perkembangan-anak-usia-dini.html
[8]
http://www.referensimakalah.com/2012/07/pendidikan-melalui-proses-pembiasaan.html
No comments:
Post a Comment