Google

Monday, June 12, 2017

MENCERMATI KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK USIA DINI - Djoko Adi Walujo



Berdasarkan data statistik  Internasional dari Departement of Health and Human Services Children Bureau Report Child Maltreatment 2010 ditemukan bahwa 9,2% korban kekerasan seksual menunjukkan 1 dari 5 anak perempuan dan 1 dari 20 anak laki-laki adalah korban kekerasan seksual[1]. Selain itu Pusat Data dan Informasi Komisi Nasional Perlindungan Anak sampai pada 22 Desember 2015 terjadi peningkatan tindak kekerasan dari semula tahun 2014 sebanyak 2.737 kasus menjadi 2.898 kasus diantaranya 59,30% adalah tindak kekerasan seksual dan sisanya adalah kekerasan lainnya[2].
Pada saat ini kekerasan seksual pada anak semakin mendapat perhatian tidak saja dari pemerintah dengan adanya Intruksi Presiden No. 5 tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual Terhadap Anak tetapi juga dari masyarakat pada umumnya. Banyak LSM yang memberikan perhatian terhadap salah satu kasus yang banyak meresahkan masyarakat ini. Dampak yang ditimbulkan oleh kekerasan seksual yang menimpa anak tidak akan pernah hilang selamanya, dampak jangka pendek yang dapat ditimbulkan seperti masalah fisik, gangguan emosi atau perubahan tingkah laku sampai pada gangguan emosi atau perubahan perilaku sampai dengan gangguan perkembangan ataupun jangka panjang yang berupa kecacatan. Sementara dampak lain yang berat dapat berupa kehamilan yang tidak diinginkan, infeksi menular, gangguan organ reproduksi dan trauma psikis yang mendalam dengan segala akibatnya[3].
Mengingat begitu hebatnya dampak yang dapat ditimbulkan dari korban kekerasan seksual maka pencegahan dan penanganannya memerlukan cara yang sangat khusus. Hal ini disebabkan anak yang menjadi korban kekerasan seksual berusia 6-12 tahun sejumlah 33% dan 0-5 tahun 7%[4]. Melihat data tersebut maka cara pencegahan terhadap kekerasan seksual anak membutuhkan pendekatan dan media yang khusus dikarenakan anak masih dalam tahap berpikir pra operasional.
Tahap berpikir pra operasional mengharuskan anak belajar secara langsung melalui permainan-permainan yang mereka lakukan. Oleh karena itu media yang sangat tepat adalah melalui media yang dapat secara aktif dan interaktif melibat anak-anak dalam cerita yang sedang mereka baca.sehingga secara aktif dan konstruktif anak dapat menyusun sendiri konsep pertahanan dirinya sesuai dengan kapabilitas anak secara spesifik sesuai karakteristik tiap anak yang memang benar-benar unik.
Menjadi salah satu ujung tombak yang dapat mengajarkan pada anak cara mempertahankan dirinya dari bentuk-bentuk kekerasan seksual yang mungkin akan dia alami adalah sekolah, tempat anak bermain dan belajar. Sekolah memegang peranan penting karena sekolah menjadi satu tempat yang paling strategis karena di sekolah guru-gurunya yang telah dibekali oleh kemampuan dalam mengajarkan kepada anak tentang konsep-konsep yang benar terhadap identitas diri dan perilaku seksual yang benar baik secara keilmuan maupun praktikal. Walaupun sekolah itu sendiri menjadi satu tempat yang rawan akan terjadinya tindak kekerasan ataupun pelecehan seksual pada anak.
Telah banyak terjadi tindak kekerasan ataupun pelecehan seksual di sekolah yang tidak mempunyai sistem pencegahan. Oleh karena itu menjadi sangat penting di sekolah membuat sebuah sistem pencegahan kekerasan seksual yang dibangun mulai dari sisi anak, kurikulum, maupun sarana dan prasarana. Kerjasama dengan orang tua murid akan memberikan tingkat efektifitas yang tinggi pada sistem pencegahan yang ada di sekolah. Komunikasi dan kolaborasi secara aktif antara sekolah dan orang tua murid dalam membangun sistem pencegahan menjadi faktor penentu keberhasilan. Kebijakan, kurikulum, sarana dan pra sarana ramah anak harus dirancang bersama-sama sesuai dengan acuan dan karakteristik anak.
Program parenting juga akan membantu keberhasilan berjalannya suatu sistem pencegahan kekerasan seksual. Kepedulian dan kewaspadaan yang tinggi dari semua orang tua kepada setiap anak menjadi salah satu aspek yang  dipikirkan oleh pelaku tindak pelecehan ataupun kekerasan seksual. Pelaku yang sebagian besar dikenal, dipercaya dan terlihat sangat baik kepada anak-anak akan berpikir berulangkali untuk melakukan aksinya ketika sekolah, orang tua murid bekerjasama menunjukkan kerjasama yang solid.
 Pelaku sebagian besar berasal dari orang-orang yang terdekat dan akrab dengan kehidupan sehari-hari anak antara lain kakak, ayah, guru, om, kakek, pengasuh, pesuruh. Namun hal tersebut tidak harus kita menjadi over protektif dan membabi buta dalam memproteksi anak-anak kita. Kewaspadaan dan kepekaan terhadap gejala-gejala terjadinya tindak pelecehan ataupun kekerasan seksual pada anak harus dipahami dengan baik oleh guru, orang tua dan pendamping atau pengasuh anak.
Gejala-gejala yang ditunjukkan oleh anak baik secara fisik atau perilaku harus dapat  dideteksi oleh orang-orang disekitarnya secara cepat dan tepat. Tanda-tanda yang telah ditunjukkan oleh anak harus secara responsif kita berikan dukungan dengan memberikan pengertian kepada anak bahwa orang tua, guru siap untuk mendengarkan ceritanya dan mampu melindungi dari tindak pelecehan atau kekerasan seksual dari pelaku. anak-anak harus diyakinkan bahwa mereka akan aman bersama orang tua dan guru serta pelaku akan mendapatkan konsekwensi yang setimpal terhadap perbuatannya.
Tindak lanjut menjadi faktor penting setelah terdekteksi bahwa ada anak yang telah mengalami tindak pelecehan atau kekerasan seksual. Anak-anak yang mengalami akan hilang kepercayaan dirinya, menarik diri dari pergaulan dengan teman-teman, perubahan sikap yang mencolok dari sikap keseharian sehingga diperlukan pendampingan yang lebih intensif baik dari orang tua, guru maupun pihak yang terkait. Konsultasi dan pelaporan pada pihak yang terkait akan memberikan dukungan moral tidak hanya kepada anak namun juga pada orangtua korban.  Pihak-pihak yang terkait misalkan kepolisian, KPAI akan menyediakan orang-orang yang kompeten untuk memberikan dukungan moral dalam usaha merecovery keadaan baik fisik amupun psikis korban.
Angka kejadian pelecehan ataupun kekerasan seksual akan dapat ditekan apabila tercipta lingkungan yang peduli dan ramah anak. Orang-orang yang berada disekitar anak harus menganggap setiap anak disekelilingnya adalah anaknya, karena mereka adalah generasi bangsa Indonesia yang harus dilindungi tanpa terkecuali. Aank-anak berhak untuk hidup dengan gembira dan aman. Marilah kita ciptakan Indonesia yang ramah dan aman untuk anak-anak.
__DjokoAW__


[1]   National Center for Victims Crime. 2000 M Street NW. Suite 480. Washington DC 20036, 2012.
[2]   www.kpai.go.id.
[3]   IDAI. Mengajari Kewaspadaan Kekerasan Seksual pada Anak. 3 juni 2014.
[4]  Op. cit

Friday, June 9, 2017

TUJUAN PENDIDIKAN USIA DINIi - Djoko Adi Walujo

TUJUAN PENDIDIKAN USIA DINI
Djoko Adi Walujo



Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:
  • Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan pada masa dewasa.
  • Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
 Membujuk anak usia dini agar siap dalam menyososng kehadiran sekolastik, bukan saatnya anak usia dini didik seperti siswa yang sedang sekolah. Domain pendidikan usia dini adalah domain "rayuan", "pujian". di sinilah sang Bunda Paud harus berupaya selalu memberikan pengauatan atau reinforcement. System reward atau lebih dikenal dengan sistem penghargaan merupakna strategi yang sangat dahsyat membangun keunggulan anak. Oleh karenanya sistem penghargaan (reward syatem) juga merupakan tujuan dari pendidikan usia dini. Melalui sistem ini akan terbangan recognansi, anak akan mulai percaya akan kemampuan.
       Bunda Paud harus rela memberikan penghargaan secara verbal, atau hadiah kepada anak asuhnya yang berprestasi.
 

TERMINOLOGI, PENGERTIAN DAN HAKIKAT PENDIDIKAN USIA DINI - Djoko Adi Walujo


TERMINOLOGI, PENGERTIAN DAN HAKIKAT
Djoko Adi Walujo



Pendidikan Anak Usia Dini adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada pengembangan seluruh aspek kepribadian anak. Pendidikan Anak Usia Dini memberi kesempatan untuk mengembangkan kepribadian anak, oleh karena itu pendidikan untuk Usia Dini perlu menyediakan berbagai kegiatan yang dapat mengembangkan berbagai aspek perkembangan yang meliputi kognitif, bahasa, sosial, emosi, fisik dan motorik. Berikut akan dikupas hal-hal yang menyangkut Terminologi, Pengertian dan Hakikat Pendidikan Anak Usia Dini dalam bentuk ikhtisar.

Pengertian PAUD
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal (UU No. 20 Tahun 2003, Pasal 1 angka 14). Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.